Sejarah IKARGI

Apa jadinya wajah kedokteran gigi tanpa radiologi? Radiologi terus berkembang sejak penemuan sinar -X oleh Wilhelm Konrad Röntgen pada Desember tahun 1895. Penemuan tersebut sebenarnya telah didahului oleh penemuan ilmuwan lain sebelumnya, seperti demonstrasi sinar elektron dan proton yang mengarah sampai ditemukannya sinar -X oleh Röntgen. Empat belas hari setelah ditemukannya sinar-X (1896), Otto Walkhoff dibantu oleh Fritz Geisel dari Jerman melakukan pembuatan radiografi dental pertama. Dengan waktu ekspos 25 menit. Walkhoff sampai kehilangan rambut pada samping kepalanya sedangkan Geisel meninggal karena menderita metastatik karsinoma akibat ekspos radiasi yang berlebihan pada tangannya. Kisah kelam para pioner radiologi dental rupanya belum berakhir. Edmund Kells di New Orleans mulai bekerja dengan x-ray mulai usa 40 tahun. Setiap ekspos selalu memegang film dengan jarinya. Usia 50 tahun tangan kanannya menderita kegananasan. Selama 20 tahun berikutnya menjalani 42 kali operasi, sehingga kehilangan tangan, lengan dan bahu. Akhirnya pada 7 Mei 1928, Kells meninggal karena bunuh diri. Orang akhirnya sadar, bahwa sinar-X mempunyai sisi yang berbahaya apabila tidak ditangani dengan benar. Barulah pada tahun 1904 Rollins memperkenalkan apa yang kita sebut saat ini sebagai proteksi radiasi.

Barulah pada tahun 1921 dental x-ray modern mulai berkembang. Pengembangan berbagai sistem pencitra diagnostik di bidang kedokteran maupun kedokteran gigi, telah memungkinkan terkuaknya ‘misteri ‘ berbagai penyakit maupun kelainan, yang sebelumnya tidak dapat difahami. Pada saat itu organisasi profesi radiologi kedokteran gigi belum ada. Bahkan dari beberapa literatur disebutkan bahwa ‘a dentist is his own radiologist’ . Keadaan ini menyebabkan radiologi kedokteran gigi seolah sebidang tanah tak bertuan. Penggalian informasi diagnostik dari radiograf yang dihasilkan belum optimal, serta cenderung dilakukan sesuai kebutuhan untuk menanggulangi keluhan utama pasien saja. Bidang ini seolah bidangnya ‘tukang potret’, yang hanya menghasilkan radiograf. Interpretasi radiografik dilakukan tanpa memperhatikan berbagai ilmu yang mendasarinya.

Barulah pada tahun 1966, sekelompok dokter gigi dan ilmuwan lain yang menekuni bidang radiologi dari berbagai negara, mempunyai gagasan menggelar kongres pertama radiologi dento maksilofasial, yang kemudian terselenggara di Chili pada tahun 1968. Pada kesempatan itu pula didirikan International Association of Dento Maxillo Facial Radiology (IADMFR) sebagai organisasi profesi ilmiah internasional di bidang Radiologi Kedokteran Gigi. Untuk wadah pertukaran dan sosialisasi informasi terkait dengan bidangnya, IADMFR secara teratur menyelenggarakan pertemuan setiap 3 tahun, serta menerbitkan jurnal dan newsletter. Anggotanya yang tidak hanya terdiri dari dokter gigi saja, namun juga melibatkan ahli radiodiagnostic imaging science, secara berkesinambungan mengembangkan peralatan maupun peningkatan kemampuan sumber daya manusianya. Kehadiran organisasi profesi ilmiah internasional ini, selanjutnya diikuti pula dengan organisasi profesi di berbagai negara, yang masing-masing juga memiliki kegiatan pertemuan ilmiah tingkat regional.

Bagaimana di Indonesia?

Tahun 1993 prof Hanna, yang pada saat itu belum bergelar doktor, mendapat kesempatan belajar ilmu radiologi kedokteran ggi ke jepang. Terkejut dan minder itulah yang dirasakan saat melihat kenyataan begitu besarnya perbedaan kemajuan ilmu Radiologi Kedokteran Gigi dibandingkan dengan di Indonesia, bahkan dalam pidato ilmiah upacara Dies Natalis UI yang ke 44, hampir samasekali tidak disinggung perkembangan radiologi kedokteran gigi. Perasaan seperti itu juga mulai dirasakan oleh beberapa pengampu mata kuliah radiologi kedokteran gigi di beberapa universitas. Saat itu radiologi kedokteran gigi masih ‘ndompleng’ ke Bagian atau departemen lain, misalnya Oral Diagnosa, Oral medicine atau Bedah Mulut. Bahkan pada beberapa FKG tetap menjadi ‘daerah yang tidak bertuan. Keprihatinan dan keinginan untuk memajukan ilmu RKG mendorong mulainya penjajagan dan pertemuan pertemuan pengampu mata kuliah antar universitas. Barulah pada KPPIKG-X tahun 1994, pertama kali staf pengajar radiologi dari semua Fakultas Kedokteran Gigi di Indonesia mengadakan pertemuan untuk merintis pembentukan ikatan profesi. Keadaan ini didukung pula oleh isyarat pengembangan bidang Radiologi Kedokteran Gigi dalam rancangan kurikulum tahun 1994. Pertemuan makin diintensifkan, di UI, Unpad, Trisakti untuk menyepakati dibentuknya Ikatan Peminatan serta langkah kongkrit untuk mencapai itu. Akhirnya pada tahun 1997 dengan dukungan berbagai pihak, terbentuklah Ikatan Radiologi Kedokteran Gigi Indonesia (IKARGI), dengan ketua pertama Prof.Dr. drg. Hanna B. Iskandar Sp.RKG(K) yang selanjutnya di jabat oleh Prof. Dr. drg. Suhardjo S., MS., Sp.RKG(K), Prof Dr. drg. Munakhir M., SU., Sp.RKG(K) dan saat ini oleh Dr. drg Haris N, M.Kes., Sp.RKG(K). Setelah terbentuknya IKARGI, mulai direncanakan pembentukan Kolegium RKG untuk makin memperkuat pengembangan keilmuan RKG. Akhirnya sekitar tahun 2000an terbentuklah Kolegium Radiologi Kedokteran Gigi, sebagai Ketua Kolegium RKG pertama kali dijabat oleh Prof. Dr. drg. Suhardjo S., MS., Sp.RKG(K) yang selanjutnya berturut turut diajabat oleh Prof. Dr. drg. Munakhir M., SU., Sp.RKG(K) dan saat ini oleh Prof.Dr. drg. Hanna B. Iskandar Sp.RKG(K). Dengan perjuangan yang panjang, akhirnya IKARGI mendapat pengesahan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) pada bulan September tahun 2002.

Tugas berikutnya adalah mempersiapkan sumber daya manusia untuk dapat mengimbangi laju perkembangan ilmu dan kemajuan teknologi di bidang Radiologi Kedokteran Gigi. Komunikasi yang intens pun dilakukan dengan PB PDGI serta Majelis Kolegium Kedokteran Gigi. Dua tahun kemudian, yaitu pada tanggal 28 September 2004, Majelis Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia mengukuhkan 18 orang staf pengajar Radiologi Kedokteran Gigi yang dianggap mewakili seluruh Fakultas Kedokteran Gigi di Indonesia, sebagai Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi (SpRKG). Ke 18 ‘first liner’ tersebut adalah Prof. Dr. drg. Munakhir M.SU (UGM), Prof. Dr. drg. Suhardjo, M.S. (Unpad), Dr. drg. Hanna HB Iskandar (UI), Drg. Menik Priaminiarti (UI), Drg. Achmad Alhamid (UI) , Drg. Heru Suryonegoro (UI), Dr. Drg. Eha Renwi, M.Kes (Unair) Drg. Bambang N, (Unair), Drg. Kiemas A. Dong (Unair), Drg. Hutoyo (Unair),, Drg. Ria N Firman, M.HKes (Unpad), Drg. Azhari, M.S. (Unpad), Drg. Trelia Boel, (USU) , Drg. Asfan Bahri (USU), Drg. Haris Nasutianto,M.Kes (Unmas) , Drg. Barunawati (Unhas) , Drg. Diah Indriastuti (UPDM) dan Drg. Gunawan Margono (Usakti). Pengukuhan dilaksanakan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta.

Selesai? Belum. Tugas selanjutnya adalah bagaimana menambah tenaga spesialis RKG karena pengakuan oleh MKKGI seperti di atas hanya bisa dilakukan sekali saja. Caranya adalah dengan mendirikan Pendidikan Spesialis RKG. Harus disiapkan institusi yang siap menjalankan tugas ini. Serta persiapan SDM nya, sebagai guru guru peserta didik. Beberapa pertemuan, negosiasi pun dilakukan. Saat itu, Fakultas kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran yang dianggap paling siap untuk menyelenggarakan pendidikan Spesialis RKG. Pada tahun 2008, FKG Unpad mendapat ijin pembukaan Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi (PPDGS RKG). Pada Tanggal 18 Agustus 2009, bertempat di FKG Trisakti, 18 Spesialis RKG ‘fist liner’ di atas dikukuhkanlah menjadi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi Konsultan. Pada tahun 2009 itu PPDGS RKG Unpad mulai menerima mahasiswa angkatan pertama. Tahun 2020 FKG Univ. Indonesia mulai menyelenggarakan PPDGS Sp.RKG.

Saat ini beberapa anggota IKARGI telah mendapat kepercayaan menduduki organisasi internasional, misalnya Dr. Menik sebagai direktur IADMFR ( The International Association of Dento Maxillo Facial Radiology) untuk wilayah Asia. Sedangkan sebagai Direktur Asian Academy of Oral and Maxillo-Facial Radiology (AAOMFR) di Indonesia adalah drg. Isti Rahayu, Sp.Rad.OM(K), dan drg. Hendra Polii, Sp.RKG(K). Pada tahun 2014 Indonesia dipercaya sebagai tuan Rumah 10th Asian Congress of Oral and Maxillo Facial Radiology ACOMFR) sebagai ketua ditunjuk Prof. Dr. drg. Suhardjo, M.S., Sp.RKG (K), yang saat itu juga sebagai president AAOMFR.

Program IKARGI yang secara rutin sudah berjalan adalah diselenggarakannya Simposium Nasional RKG setiap tahun. Lokasi penyelenggaraan digilir pada setiap cabang. Masih banyak tugas yang diemban IKARGI bersama dengan Kolegium RKG dalam mengembangkan ilmu radiologi kedokteran gigi. Sukurlah pada saat ini hampir semua Institusi Pendidikan Dokter Gigi sudah mempunyai Departemen atau Bagian Radiologi Kedokteran Gigi. Dengan adanya RSGM maka pelayanan di bidang RKG akan sangat dibutuhkan.